Tingkat Gizi Buruk di Indonesia
masih Tinggi
Abstrak: Gizi
buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi,
atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata.
Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di
Indonesia, kasus KEP (Kurang Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi
utama yang banyak dijumpai pada balita.
I.
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Walaupun Negara kita, Indonesia sudah mendapat
kemerdekaannya secara penuh namun masih banyak kasus gizi buruk yang terjadi,
bahkan tiap tahun ke tahun selalu terjadi peningkatan dalam masalah ini.
Langkah maupun upaya pemerintah belum maksimal dalam menggapi masalah gizi
buruk ini.
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan
kualitas sumber daya manuasia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya
peningkatan kualitas SDM dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh
kembang anak sejak pembuahan sampai mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh
kembang ini, pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti perawatan dan makanan
bergizi yang diberikan dengan penuh kasih sayang dapat membentuk SDM yang
sehat, cerdas dan produktif.
Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat
yang penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan
pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi disamping merupakan sindrom kemiskinan
yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan
juga menyangkut aspek pengetahuan serta perilaku yang kurang mendukung pola
hidup sehat. Keadaan gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan
umur harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan
keberhasilan pembangunan negara yang dikenal dengan istilah Human Development
Index (HDI).
Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi
utama yaitu kurang gizi makro dan kurang gizi mikro Kurang gizi makro pada
dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan asupan
energi dan protein. Masalah gizi makro adalah masalah gizi yang utamanya
disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energi dan protein.
Kekurangan zat gizi makro umumnya disertai dengan kekurangan zat gizi mikro.
Data Susenas menunjukkan bahwa prevalensi gizi
kurang menurun dari 37,5 % (1989) menjadi 24,6 % (2000). Namun kondisi tersebut
tidak diikuti dengan penurunan prevalensi gizi buruk bahkan prevalensi gizi
buruk cenderung meningkat.
Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang
dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya
berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein,
karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang Energi Protein) adalah
salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita.
B.
Landasan
Teori
·
Kajian Talcott
Parsons
Teori Parsons (Struktural Fungsional)
yang memberikan prioritas pada masyarakat. Masyarakat mendahului individu dan
individu dibentuk dan dicetak sebagai yang memiliki kepribadian sosial menurut
lingkungan sosialnya. Kepentingan pribadi individu mencerminkan ”kesadaran
kolektif” atau sistem nilai masyarakat itu pada umumnya. Suatu prinsip dasarnya
bahwa tindakan sosial itu diarahkan pada tujuannya dan diatur secara normatif.
Dalam teori Parsons penting untuk
mengetahui bagaimana orientasi subyektif yang terdapat pada individu-individu
yang berbeda cocok satu sama lain atau menghasilkan tindakan-tindakan yang
saling tergantung yang membentuk suatu sistem sosial. Dalam hal ini Parson
membedakan tiga unsur pokok dari tindakan warga masyarakat, yakni sistem
kepribadian, sistem sosial, dan sistem budaya.
·
Kajian
Clifford Geertz (Makna Simbolik pada Makanan)
Geertz (dalam Achmad Fedyani
Saifuddin, 2006 : 298) memandang konteks kebudayaan bukan sebagai seperangkat
proposisi umum, melainkan sebagai jaringan makna yang dirajut manusia dan didalamnya
mereka mengoperasionalisasikan seolah mereka melaksanakan kegiatan sehari-hari.
Menurutnya kebudayaan terdiri dari struktur-struktur makna yang dibangun secara
sosial.
Dalam
kaitannya dengan makanan, setiap masyarakat memberikan makna simbolik tertentu
terhadap makanan. Menurut Sudarti (1989 : 68 – 69) di dalam hampir semua
masyarakat makanan berfungsi sebagai alat mengadakan interaksi sosial.
·
Kajian
Lawrence Green (Determinan Perilaku)
Green – Teori Lawrence Green –
(dalam Soekidjo Notoatmodjo, 2007 :178 – 179) mencoba menganalisis perilaku
manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi
oleh 2 faktor pokok yakni faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor di luar
perilaku (non behaviour causes).
II.
Pembahasan
Malnutrisi (gizi buruk) adalah
suatu istilah umum yang merujuk pada kondisi medis yang disebabkan oleh diet
yang tak tepat atau tak cukup. Walaupun seringkali disamakan dengan kurang gizi
yang disebabkan oleh kurangnya konsumsi, buruknya absorpsi, atau kehilangan
besar nutrisi atau gizi, istilah ini sebenarnya juga mencakup kelebihan gizi (overnutrition)
yang disebabkan oleh makan berlebihan atau masuknya nutrien spesifik secara
berlebihan ke dalam tubuh. Seorang akan mengalami malnutrisi jika tidak
mengkonsumsi jumlah atau kualitas nutrien yang mencukupi untuk diet sehat
selama suatu jangka waktu yang cukup lama. Malnutrisi yang berlangsung lama
dapat mengakibatkan kelaparan, penyakit, dan infeksi.
Tanda-tanda dari banyak kasus
malnutrisi yaitu ketika cadangan nutrisi dihabiskan dan nutrisi serta energi
yang masuk tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau tidak
memenuhi tanbahan metabolic yang meningkat.
Defisiensi gizi dapat terjadi pada
anak yang kurang mendapatkan masukan makanan dalam waktu lama. Istilah dan
klasifikasi gangguan kekurangan gizi amat bervariasi dan masih merupakan
masalah yang pelik. Walaupun demikian, secara klinis digunakan istilah
malnutrisi energi dan protein (MEP) sebagai nama umum. Penentuan jenis MEP yang
tepat harus dilakukan dengan pengukuran antropometri yang lengkap (tinggi
badan, berat badan, lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit), dibantu
dengan pemeriksaan laboratorium
Gizi buruk adalah keadaan
kekurangan energi dan protein tingkat berat akibat kurang mengkonsumsi makanan
yang bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu lama. Itu ditandai dengan
status gizi sangat kurus (menurut BB terhadap TB) dan atau hasil pemeriksaan
klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmik kwashiorkor.
KapanLagi.com - Kekurangan gizi
anak pada masa kehamilan ibu dan usia dini anak selain menyebabkan
keterlambatan dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan motorik, juga akan
mengganggu perkembangan kognitif yang menyebabkan berkurangnya IQ (intelligence
quotient) hingga 15 poin.
Menurut Pakar Gizi, Prof dr Fasli
Jalal PhD, yang juga menjabat Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas di Jakarta,
Rabu (29/4), hal itu berarti Indonesia berpotensi kehilangan poin IQ mencapai
17-22 juta poin akibat adanya 1,7 juta anak balita menderita gizi buruk pada
2005.
"Iodium adalah zat gizi mikro
yang paling penting dalam mencegah gangguan otak yang dapat menimbulkan
menurunnya kemampuan intelektual, melambatnya psikomotor dan menyebabkan
keterbelakangan mental," katanya.
Fasli yang baru saja dikukuhkan
sebagai Guru Besar Tetap dalam bidang Ilmu Gizi pada Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas itu menyebutkan dalam makalahnya, kebutuhan gizi dibagi
atas dua bagian yaitu kebutuhan zat-zat gizi makro seperti energi, protein dan
lemak dan kebutuhan zat gizi mikro yakni vitamin dan mineral.
Zat gizi makro berfungsi pada
proses metabolisme otak dan peningkatan efisiensi proses rangsangan otak,
sehingga kekurangan gizi makro menyebabkan terganggunya asupan makanan ke otak
dan terganggunya proses metabolisme otak, ujarnya.
Kekurangan asupan protein-energi
pada ibu hamil muda di bawah 24 minggu akan menyebabkan jumlah sel-sel otak
anaknya berkurang dan kekurangan asupan ini pada akhir kehamilan menyebabkan
ukuran sel syaraf anaknya menjadi kecil.
"Kekurangan asupan
protein-energi yang berat pada ibu hamil dapat menurunkan berat otak anak
sampai 25 persen," katanya mengutip pakar gizi lainnya.
Energi, ujarnya sangat dibutuhkan
otak. Selain untuk membantu proses pertumbuhan dan perkembangan otak, energi
diperlukan untuk metabolisme sel-sel syaraf. Demikian juga lemak yang sangat
dibutuhkan dalam perkembangan otak di mana lebih dari 60 persen berat otak
adalah lemak.
Sedangkan zat gizi mikro seperti
iodium, asam folat, zat besi, seng, tembaga, vitamin, dan cholin, diperlukan
dalam pertumbuhan otak.
Asam folat berfungsi untuk
pembentukan tabung syaraf, zat besi untuk pembentukan mielin, monoamin dan
mendukung metabolisme energi di sel syaraf dan sel glia, yang diperlukan untuk
pembentukan DNA, tembaga untuk metabolisme energi sel syaraf dan sel glia, dan
cholin untuk membentuk neurotransmitter, metilasi DNA dan pembentukan mielin,
urainya.
Sedangkan Vitamin D berperan pada
kemampuan daya ingat, kontrol motorik dan keseimbangan emosi, vitamin A untuk
pembentukan struktur sel syaraf, vitamin E berfungsi dalam proteksi dari
membran sel-sel syaraf, vitamin B6 dan B12 untuk pembentukan neurotransmitter,
vitamin C berfungsi sebagai antioksidan dan vitamin B1 memproduksi energi.
A. Penyebab
Gizi Buruk
Banyak faktor yang mengakibatkan
terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung
terjadinya gizi buruk, yaitu :
1. Kurangnya
asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang
dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena
alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
2. Akibat
terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh
rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat
makanan secara baik.
Faktor
lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu:
1. Faktor
ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat
2. Perilaku
dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak
3. Pengelolaan
yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
Menurut
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada
balita, yaitu:
1. Keluarga
miskin
2. Ketidaktahuan
orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak
3. Faktor
penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan
dan diare.
B. Indikasi
Gizi Buruk
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala
klinis yang bisa dijumpai pada anak adalah berupa kondisi badan yang tampak
kurus. Sedangkan gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar bisa
dibedakan menjadi tiga tipe: marasmus, kwashiorkor dan marasmic-kwashiorkor.
C. Tipe
Gizi Buruk
Tipe gizi buruk terbagi menjadi
tiga tipe yaitu Kwasiorkor, Marasmus dan Marasmic-Kwashiorkor.
·
Kwasiorkor
Kwasiorkor memiliki ciri-ciri:
1. Edema
(pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah)
membulat dan lembab
2. Pandangan
mata sayu
3. Rambut
tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit
dan mudah rontok
4. Terjadi
perubahan status mental menjadi apatis dan rewel
5. Terjadi
pembesaran hati
6. Otot
mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
7. Terdapat
kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi
coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis)
8. Sering
disertai penyakit infeksi yang umumnya akut
9.
Anemia
dan diare.
·
Marasmus
Marasmus memiliki ciri-ciri:
1. Badan
nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit
2. Wajah
seperti orang tua
3. Mudah
menangis/cengeng dan rewel
4. Kulit
menjadi keriput
5. Jaringan
lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana
longgar)
6. Perut
cekung, dan iga gambang
7. Seringdisertai
penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
8. Diare
kronik atau konstipasi (susah buang air).
·
Marasmic-Kwashiorkor
Adapun marasmic-kwashiorkor
memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus
disertai edema yang tidak mencolok.
D. Pencegahan
Gizi Buruk
Beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk
pada anak
1. Memberikan
ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai
dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan
tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.
2. Anak
diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak,
vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari
total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.
3. Rajin
menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu. Cermati
apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai,
segera konsultasikan hal itu ke dokter.
4. Jika
anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada
petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah
sakit.
5. Jika
anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang
tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya
bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu
meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting
lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi
yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan
secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang
permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.
E. Gagal
Tumbuh
Gagal tumbuh adalah bayi atau anak
dengan pertumbuhan fisik kurang secara bermakna dibanding anak sebayanya.
· Tanda-tanda
gagal tumbuh:
1. Kegagalan
mencapai tinggi dan berat badan ideal
2. Hilangnya
lemak dibawah kulit secara signifikan
3. Berkurangya
massa otot
4. Infeksi
berulang.
·
Faktor penyebab gagal tumbuh
1. Faktor
sosial, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pentingya makanan bergizi bagi
pertumbuhan anak.
2. Faktor
kemiskinan, rendahnya pendapatan masyarakat menyebabkan kebutuhan paling
mendasar sering kali tidak bisa dipenuhi.
3. Laju
pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan bertambahnya ketersediaan
bahan pangan.
4. Infeksi,
disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa
menyerap zat-zat makanan secara baik.
F. Pengobatan
Gizi Buruk
1. Pada
stadium ringan dengan perbaikan gizi.
2. Pengobatan
pada stadium berat cenderung lebih kompleks karena masing-masing penyakit harus
diobati satu persatu. Penderitapun sebaiknya dirawat di Rumah Sakit untuk
mendapat perhatian medis secara penuh.
III.
Kesimpulan
Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan
protein tingkat berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau
menderita sakit dalam waktu lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat kurus
(menurut BB terhadap TB) dan atau hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala
marasmus, kwashiorkor atau marasmik kwashiorkor. Penyebab gizi buruk banyak
salah satunya adalah kurangnya asupan gizi dari makanan.
Daftar
Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar