Pemberian Suku Bunga Kredit pada
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Abstrak: Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) adalah satu pilar utama ekonomi nasional yang
harus memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan
seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha
ekonomi rakyat, tanpa mengabaikan peranan Usaha Besar dan Badan Usaha Milik
Negara. Selain itu, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah merupakan kegiatan usaha
yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara
luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan
peningkatan dalam mewujudkan stabilitas nasional.
I.
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Pembangunan
nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material
dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu
dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tertib
dan dinamis dalam lingkungan yang merdeka, bersahabat dan damai. Pembangunan
nasionala yang mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa diselenggarakan bersama
oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat menjadi pelaku utama pembangunan
serta menumbuhkan suasana dan iklim yang menunjang. Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) adalah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh
kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya
sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat,
tanpa mengabaikan peranan Usaha Besar dan Badan Usaha Milik Negara. Selain itu,
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas
lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat,
dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan dalam mewujudkan
stabilitas nasional.
Peran UMKM
selama ini diakui sebagai pihak cukup besar dalam perekonomian nasional.
Beberapa peran UMKM menerut Bank Indonesia antara lain: (a) jumlahnya yang besar
dan terdapat dalam setiap sector ekonomi; (b) menyerap banyak tenaga kerja dan
setiap investasi menciptakan lebih banyak kesempatan kerja; (c) memiliki
kemampuan untuk memanfaatkan bahan baku local dan menghasilkan barang dan jasa
yang dibutuhkan masyarakat luas dengan harga yang terjangkau. Dalam posisi
startegis tersbut, pada posisi lain UMKM masih menghadapi banyak masalah dan
hambatan dalam melaksanakan dan mengembangkan aktivitas usahanya. Sebenarnya
masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama ini sering
diungkapkan, antara lain: 1) manajemen, 2) permodalan, 3) teknologi, 4) bahan
baku, 5) informasi dan pemasaran, 6) infrastruktur, 7) birokrasi dan pungutan
serta 8) kemitraan.
Dari jumlah unit
UMKM yang mencapai angka 49,8 juta yang tersebar diseluruh wilayah di semua
sector usaha (BPS, 2008) hanya sekitar 39% atau 19,4 juta yang telah memperoleh
kredit perbankan, sedangkan sisanya belum sama sekali tersentuh lembaga
perbankan. Sehubung dengan upaya mengatasi masalah permodalan UMKM tersebut,
pada tanggal 5 November 2007, Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang
Yudhoyono meluncurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan maksud untuk
meningkatkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan Koperasi yang layak
(feasible) namun mengalami kesulitan
dalam menyediakan agunan dalam mengakses kredit/pembiayaan perbankan.
B.
Landasan
Teori
Pengertian
Kredit
Secara umum
kredit didefinisikan sebagai kegiatan orang perorang atau badan usaha dalam rangka
pemenuhan kebutuhan hidup dengan cara pinjam meminjam. Transaksi kredit timbul
karena suatu pihak meminjam sejumlah uang atau sesuatu yang dipersamakan dengan
itu, dimana pihak peminjam wajib melunasi kredit/hutangnya pada waktu yang telah
ditentukan. Disamping itu kredit timbul sebagai akibat adanya transaksi jual
beli, dimana pembayarannya ditangguhkan, baik sebagian maupun seluruhnya.
Menurut Eric
L.Kohler (1964;154), kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian
atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan
dan ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati. Menurut Teguh Pudjo
Muljono (1989;45), kredit adalah suatu penyertaan uang atau tagihan atau dapat
juga barang yang menimbulkan tagihan tersebut pada pihak lain, atau juga
memberi pinjaman pada orang lain dengan harapan akan memperoleh sesuatu tambahan
nilai dari pokok pinjaman tersebut yaitu
berupa bunga sebagai pendapatan bagi pihak yang bersangkutan.
Definisi kredit
menurut Undang–Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain, yang
mewajibbkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan jumla bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
Jenis-jenis
kredit dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan
penggunaan (Dendawijaya, 2005), dibedakan menjadi:
Kredit Investasi : Kredit untuk membiayai kepentingan barang modal (investasi).
Kredit Modal Kerja :
Kredit untuk membiayai modal kerja usaha/perusahaan.
Kredit Konsumsi : Kredit untuk keperluan barang-barang konsumsi
yang diperlukan debitur.
2. Berdasarkan
segmentasi (Bank Indonesia, 2008), dibedakan menjadi:
Kredit Mikro : Kredit yang diberikah maksimal Rp 50
juta.
Kredit Kecil : Kredit yang diberikah > Rp 50
juta, < Rp 500 juta.
Kredit Menengah : Kredit yang diberikah > Rp 500 juta, <
Rp 5 Milyar.
3. Berdasarkan
jangka waktu (Djinarto, 2000), dibedakan menjadi :
Kredit Jangka Pendek:
Kredit dengan rentang maksimal 1 tahun.
Kredit Jangka Menengah:
Kredit dengan rentang waktu 1 – 3 tahun.
Kredit Jangka Panjang:
Kredit dengan rentang waktu minimal 3 tahun
Menurut
definisi yang dipakai dalam Microcredit Summit (1997), kredit mikro adalah
program pemberian kredt berjumlah kecil kepada warga palin miskin untuk
membiayai proyek yang dia kerjakan sendiri agar menghasilkan pendapatan, yang
memungkinkan mereka peduli terhadap diri sendiri dan keluarganya, “Programmes
extend small loand to very poor for self-employment projects that generate
income, allowing them to cafe for themselves and their families”.
II.
Pembahasan
Pengertian
Kredit UMKM Menurut Bank Indonesia (September 2010) Kredit UMKM adalah semua
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu dalam rupiah
dan valuta asing berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank Pelapor dengan Bank dan Pihak
Ketiga Bukan Bank yang memenuhi kriteria usaha sesuai dengan undang-undang
tentang UMKM yang berlaku.
1. Kredit
kepada Usaha Mikro adalah kredit dengan plafond Rp 0,- sampai dengan Rp 50
juta.
2. Kredit
kepada Usaha Kecil adalah kredit dengan plafond lebih dari Rp 50 juta sampai
dengan maksimum Rp 500 juta.
3. Kredit
kepada Usaha Menengah adalah kredit dengan plafond lebih dari Rp 500 juta
sampai dengan Rp 5 Milyar.
Termasuk dalam
kredit UMKM tersebut adalah kredit dengan penjaminan tertentu yaitu
kredit/pembiayaan atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara Bank dengan Debitur yang dijamin oleh perusahaan penjamin dengan
kriteria tertentu sebagaimana Program Pemerintah mengenai Kredit Usaha Rakyat.
Pengertian
UMKM
Definisi Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UMKM) berdasarkan masing-masing institusi adalah sebagai
berikut :
1. Badan
Pusat Statistik (BPS), mendefinisikan berdasarkan ukuran ketenagakerjaan.
a. Usaha
Mikro: Usaha yang memperkerjakan 5 orang termasuk pekerja keluarga yang tidak
dibayar.
b. Usaha
Kecil: Usaha yang memperkerjakan 5 sampai 10 orang.
c. Usaha
Menengah: Usaha yang memperkerjakan 20 sampai 99 orang.
2. Bank
Indonesia (BI), mendefinisikan UKM dengan 2 kriteria, yaitu:
a. Kriteria
I, berdasarkan aset, omset dan badan hukum :
·
Usaha Mikro: Usaha yang dilakukan orang
miskin atau hampir miskin, milik keluarga,sumber daya lokal dan teknologi
sederhana. Lapangan usaha mudah dimasuki dan keluar.
·
Usaha Kecil: Usaha yang memiliki ase hingga Rp 200 juta diluar tanah dan bangunan
dengan omset Rp 1 Milyar.
·
Usaha Menengah: Usaha yang memiliki aset
hingga Rp 600 juta diluar tanah (industri bukan manufaktur) atau memiliki aset
hingga Rp 5 Milyar (industri manufaktur) dengan omset Rp 3 Milyar.
b. Kriteria
II, berdasarkan kredit yang diterima :
·
Usaha Mikro: Usaha yang dapat menerima
kredit sampai dengan Rp 50 juta.
·
Usaha Kecil: Usaha yang dapat menerima
kredit mulai dari Rp 50 juta hingga Rp 500 juta.
·
Usaha Menengah: Usaha yang dapat
menerima kredit mulai dari > Rp 500 juta hingga Rp 5 Milyar.
3. Menurut
Undang – undang No. 20 Tahun 2008, tentang UMKM
a. Usaha
Mikro: Usaha Produktif milik perorangan dan atau badan usaha perorangan.
Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta tidak termasuk tanah dan
bangunan. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 juta.
b. Usaha
Kecil: Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perorangan atau badan usaha. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta
sampai dengan paling banyak Rp 500 juta tidak termasuk tanah dan banguna tempat
usaha. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta sampai dengan
paling banyak Rp 2,5 Milyar.
c. Usaha
Menengah: Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh
orang perseorangan atau badan usaha. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.
500 juta sampai dengan paling banyak Rp.
10 Milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; memiliki hasil
penjualan tahunan lebih dari Rp. 2,5 Milyar sampai dengan paling banyak Rp. 50
Milyar
Kebijakan
Bank Indonesia terhadap Pembiayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMKM)
Undang-undang No. 23/1999
tentang Bank Indonesia (sebagaimana
diamandemen dengan Undang-undang No. 3/2004), kebijakan Bank Indonesia
dalam mendukung peningkatan iklim usaha atau sektor riil mengalami perubahan
mendasar. Bank Indonesia tidak dapat lagi memberikan KLBI dan pemberian
bersifat tidak langsung antara lain melalui regulasi dan fasilitasi dalam
peran–peran strategis. Bank Indonesia tidak secara khusus mendesain suatu
kebijakan dalam bidang perkreditan secara sektoral. Kebijakan Bank Indonesia
lebih diarahkan untuk mendukung pengembangan UMKM, terutama yang berbasis
komoditas unggulan. Kebijakan tersebut dituangkan dalam bentuk pengaturan
(ketentuan) dan pemberian bantuan teknis (khususnya melalui perbankan) serta
kerjasama dengan pemangku kepentingan (Departemen, lembaga donor dan lembaga
terkait pemberdayaan UMKM). Di dalam kebijakan lintas sektoral tersebut.
Kebijakan
Pemerintah terhadap Pembiayaan UMKM
Pemerintah memiliki
komitmen yang kuat dalam mendukung upaya pengembangan sektor Usaha
Mikro dan Kecil
(UMKM). Upaya tersebut merupakan bagian
dari langkah strategis pemerintah
dalam mengatasi permasalaha kemiskinan.
Beberapa program pemerintah sebagai
wujud komitmen dalam pengembangan
UMKM antara lain;
program revitalisasi
pertanian, perikanan dan
kehutantan (RPPK) yang
merupakan salah satu dari
“Triple Track Strategy” dalam rangka
pengurangan kemiskinan dan pengangguran serta peningkatan daya saing
ekonomi nasional. Salah satu instrumen
kebijakan dalam mendukung
suksesnya RPPK adalah
dalam aspek investasi dan
pembiayaan.
Kredit program/bantuan modal
yang telah dikucurkan
oleh pemerintah selama 4 dekade terakhir melalui beberapa bentuk skim
seperti dana bergulir, penguatan
modal, subsidi bunga,
maupun yang komersial yang lebih
mengarah kepada kegiatan
kredit yang memiliki
link dengan perbankan dan
sifatnya eksekuting. Beberapa
contoh kredit dengan
skim dimaksud adalah KKP-E
dan KUR. KUR
merupakan kredit untuk
UMKM dan Koperasi dengan pola penjaminan pemerintah. Selaku penjamin
kredit adalah Perum Sarana
Pengembangan Usaha (SPU)
dan Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo). Pada tahap awal
program KUR melibatkan 6 (enam) bank
yaitu Bank Mandiri,
Bank BNI, Bank
BRI, Bank BTN,
Bank Bukopin dan Bank
Syariah Mandiri dengan
fokus penyaluran kredit
pada sektor usaha pertanian, perikanan,
kelautan, koperasi, kehutanan,
perindustrian dan perdagangan (tempo interaktif, 2007).
Kebijakan lain
terhadap penyaluran kredit
adalah bahwa pemerintah secara
tegas mewajibkan agar
perbankan menyalurkan kredit pada sektor UMKM minimal 20 persen
dari portofolio kredit yang dimiliki
Fungsi
Kredit / Pembiayaan.
Di dalam kehidupan perekonomian,
perdagangan dan keuangan pada umumnya, maka garis besar fungsi
kredit/pembiayaan adalah :
1.
Meningkatkan daya guna (utility) dari
suatu modal atau uang. Melalui kredit, dana yang mengendap (idle funds) di
dalam kas bank akan dimanfaatkan oleh para debitur untuk memperbesar usaha
produksi maupun perdagangan.
2.
Meningkatkan daya guna (utility) dari
suatu barang. Tanpa adanya bantuan
fasilitas kredit dari
bank, kemampuan para pengusaha di
dalam berproduksi dan
mendistribusikan hasil
produksinya masih terbatas.
Namun dengan adanya
fasilitas kredit, para pengusaha
dapat memproduksi bahan
mentah menjadi barang jadi
dan pendistribusiannya akan
meningkat. Dengan demikian, pemanfaatan atas barang tersebut
meningkat pula.
3.
Meningkatkan peredaran dan lalu lintas
uang. Kredit yang disalurkan
melalui rekening pengusaha
menciptakan pertambahan peredaran uang
giral dan sejenisnya
seperti cek, bilyet giro
dan sebagainya. Peredaran
uang kartal dan
giral akan lebih berkembang, karena
kredit menciptakan suatu
kegairahan berusaha sehingga penggunaan
uang akan bertambah
baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Hal ini sejalan
dengan pengertian bank
selaku money creator.
4.
Menimbulkan kegairahan berusaha
masyarakat. Manusia adalah mahluk
yang selalu melakukan
kegiatan ekonomi, yaitu selalu
berusaha memenuhi kebutuhannya.
Kegiatan usaha sesuai dengan
dinamikanya akan selalu meningkat, tetapi peningkatan usaha tidaklah
selalu diimbangi dengan
peningkatan kemampuan
terutama kemampuan finansial.
Fasilitas kredit yang
diterima pengusaha dari bank
inilah yang kemudian
digunakan untuk memperbesar
volume usaha dan produktivitasnya.
5.
Kredit sebagai alat stabilisasi ekonomi,
Untuk menekan arus
inflasi dan terlebih-lebih lagi
untuk usaha pembangunan ekonomi,
kredit bank memegang peranan yang
sangat penting. Arah kredit
harus berpedoman pada
segi-segi pembatasan kualitatif,
yaitu pengarahan ke sektor-sektor produktif dan sektor-sektor prioritas secara
langsung berpengaruh terhadap
hajat hidup masyarakat.
6.
Sebagai jembatan untuk peningkatan
pendapatan nasional. Pengusaha yang memperoleh
fasilitas kredit akan
berusaha untuk meningkatkan usahanya.
Peningkatan usaha berarti
peningkatan keuntungan.
Seiring dengan peningkatan
produksinya tersebut, orientasi pengusaha
tidak hanya untuk
memenuhi pasar domestik, juga merambah pasar
ekspor. Dengan demikian,
kegairahan pengusaha untuk melakukan ekspor menjadi meningkat, yang
nantinya akan mendatangkan devisa bagi negara.
7.
Sebagai alat hubungan ekonomi
intemasional. Negara-negara kaya atau
yang kuat perekonomiannya, demi persahabatan antara
negara banyak memberikan
bantuan kepada 14 negara-negara yang
sedang berkembang atau
sedang membangun. Bantuan-bantuan tersebut
tercermin dalam bentuk
bantuan kredit dengan syarat
ringan, yaitu bunga
relatif murah dan
jangka waktu penyelesaiannya yang
panjang. Hal ini tercermin melalui bantuan antar negara yang disebut “G to G”
(Govemment to Govemment). Hubungan antamegara pemberi dan penerima kredit akan
bertambah erat, terutama yang menyangkut hubungan perekonomian dan perdagangan.
III.
Kesimpulan
Peran UMKM menerut Bank
Indonesia antara lain: (a) jumlahnya yang besar dan terdapat dalam setiap
sector ekonomi; (b) menyerap banyak tenaga kerja dan setiap investasi
menciptakan lebih banyak kesempatan kerja; (c) memiliki kemampuan untuk
memanfaatkan bahan baku local dan menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan
masyarakat luas dengan harga yang terjangkau. Undang-undang No. 23/1999 tentang
Bank Indonesia (sebagaimana diamandemen
dengan Undang-undang No. 3/2004), kebijakan Bank Indonesia dalam mendukung
peningkatan iklim usaha atau sektor riil mengalami perubahan mendasar.
Kebijakan Bank Indonesia lebih diarahkan untuk mendukung pengembangan UMKM,
terutama yang berbasis komoditas unggulan. Kebijakan tersebut dituangkan dalam
bentuk pengaturan (ketentuan) dan pemberian bantuan teknis (khususnya melalui
perbankan) serta kerjasama dengan pemangku kepentingan (Departemen, lembaga donor
dan lembaga terkait pemberdayaan UMKM). Di dalam kebijakan lintas sektoral
tersebut.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar