Jumat, 24 Juni 2016

Tugas Softskill -Suku Bunga Perbankan Terlalu Tinggi-



TUGAS
AKUNTANSI INTERNASIONAL
(Suku Bunga Perbankan Terlalu Tinggi)


 






Disusun Oleh :
Kelompok 5
Hardiyanti Puji                                    (23212305)
Manda Tri Jayanti                               (24212407)
Mayang Manggar B. S                        (24212500)
Uut Utari                                             (27212536)

Kelas   : 4EB25
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi
 Universitas Gunadarma


SUKU BUNGA PERBANKAN TERLALU TINGGI
Artikel ke-1
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Suku bunga kredit perbankan nasional masih terlalu tinggi jika dibandingkan dengan suku bunga kredit negara tetangga kawasan ASEAN. Dari data Kamar dagang dan industri (Kadin) Indonesia, suku bunga kredit rata-rata di kisaran 12 persen, sedangkan Thailand rata-rata 6,5 persen, Filipina 5,5 persen, Singapura 5 persen dan Malaysia 4,5 persen. Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla sempat kesal dengan tingkat bunga kredit yang terlalu tinggi. Kekesalannya disampaikan saat sambutan pada pertemuan tahunan Bank Indonesia November lalu. Wapres mengungkapkan saat ini industri perbankan nasional yang masih sedikit yang berpihak pada sektor usaha kecil dan menengah (UKM) dengan memberikan bunga rendah. "Masa bunga kredit korporasi lebih rendah 10 persen dari bunga UKM, perbankan juga harus bisa perbaiki bunga UKM," ujar JK. Menurut dia, dengan tingginya bunga kredit sektor UKM maka akan sulit untuk mencari pendanaan. Padahal, UKM sangat membutuhkan pendanaan yang murah untuk pertumbuhan usaha. "Pemerintah sekarang hanya bisa bantu perbaiki sektor UKM, dengan apapun biayanya, kita harus turunkan bunga UKM, seperti bunga kredit usaha rakyat (KUR) bunga dari 22 persen sekarang jadi 12 persen tahun depan pemerintah mau 9 persen," tambahnya.
Dia juga menceritakan, selama dirinya menjadi pengusaha, dia tidak rela dengan bunga UKM yang lebih tinggi dibandingkan bunga korporasi. Menurut Wapres, investasi di Indonesia tidak akan tumbuh tinggi jika antara bunga simpanan dan bunga kredit masih tinggi. "Salah satunya harus ada dikorbankan, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus mampu mengontrol tingkat bunga (kredit & simpanan) agar seimbang dan tidak terlalu tinggi," kata Wapres. Wapres menyebutkan pembiayaan di Indonesia masih didominasi sektor perbankan dan pembiayaan saham masih sangat minim. Dia mengatakan, hal ini terjadi karena masih tingginya bunga simpanan di perbankan, sehingga menyebabkan masyarakat lebih memilih menyimpan uang di bank, hal yang ini mempengaruhi jumlah dana masuk ke pasar modal. “Mana mungkin orang mau membeli saham, selama bunga deposito bisa mencapai 8 persen sampai 10 persen, orang pasti pilih yang pasti dibandingkan saham, tapi jika bunga deposito 4 persen atau 5 persen orang akan beralih ke saham,” ujar dia. Berdasarkan survei perbankan Indonesia kuartal III 2015 rata-rata bunga kredit modal kerja dalam rupiah tercatat 13,6 persen atau dikisaran 10,98 persen hingga 16,25 persen. Sedangkan untuk kredit investasi tercatat 13,02 persen dan untuk kredit konsumsi 14,7 persen. Untuk bunga KPR rata-rata 12,75 persen, kredit kendaraan bermotor (KKB) 13,75 persen, bunga kartu kredit 30,66 persen, kredit multiguna 13,94 persen dan kredit tanpa agunan 20,99 persen.
Dari bank berdalih, tingginya bunga kredit seiring dengan biaya dana yang dikeluarkan bank dan tingginya risiko dalam penyaluran kredit. Dari suku bunga dasar kredit (SBDK) empat bank besar, yakni PT Bank Mandiri Tbk (Bank Mandiri) bunga kredit korporasi tercatat 10,5 persen, kredit ritel 12,25 persen, kredit mikro 19,25 persen, KPR 11 persen dan non KPR 12,5 persen. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) bunga kredit korporasi 10,75 persen, kredit ritel 11,5 persen, kredit mikro 19,25 persen, KPR 10,25 persen dan non KPR 12,5 persen. PT Bank Central Asia Tbk (BCA) bunga kredit korporasi 10,25 persen, kredit ritel 11,5 persen, KPR 10,25 persen dan non KPR 8,63 persen.
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) bunga kredit korporasi 11,75 persen, kredit ritel 12 persen, KPR 11 persen dan non KPR 12,75 persen. Bank Sentral hingga akhir tahun memang belum menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) di level 7,5 persen dengan lending facility 8 persen dan deposit facility 5,5 persen. Sepanjang 2015 BI hanya menurunkan BI rate sekali yaitu pada Februari 2015 dari 7,75 persen menjadi 7,5 persen. Tidak berubahnya suku bunga acuan karena masih tingginya risiko ketidakpastian global, sehingga BI akan tetap berhati-hati dalam menempuh kebijakan moneter serta mencermati risiko global di tengah perkembangan pasar keuangan global. Namun BI mengisyatkan akan menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) pada 2016, hal ini seiring data makro ekonomi dalam dan luar negeri telah mendukung pelonggaran kebijakan moneter. OJK sebagai pengawas perbankan sempat berencana untuk mengatur batas atas bank dalam menentukan tingkat bunga kredit, minimal bunga kredit bank bisa sesuai dengan acuan di BI. Aturan ini bertujuan agar bank tidak seenaknya dalam menaikan bunga. Meskipun suku bunga acuan tidak mengalami perubahan sejak Februari. Sejumlah bank melakukan penyesuaian yakni pemangkasan bunga deposito. Contohnya BCA, bank nomor 3 dari segi aset ini rajin menurunkan suku bunga deposito sejak awal tahun. Menurut direksi, penurunan dilakukan agar bank tidak mengeluarkan banyak biaya mahal untuk simpanan berjangka atau deposito. Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan hingga Desember 2015 special rate deposito di BCA sudah dikisaran 5,5 persen. "Rata-rata perbankan masih memberikan bunga 8 persen sampai 9 persen," ujar dia. Menurut Jahja saat ini kondisi likuiditas perbankan cukup longgar, jika bank ingin melakukan penurunan bunga ini merupakan waktu yang pas. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada Oktober 2015 melakukan penurunan pada bunga penjaminan, penyesuaian dilakukan karena LPS memandang selama 6 bulan terakhir likuiditas perbankan masih memadai. Untuk bunga penjaminan dalam rupiah 7,5 persen turun 25 basis poin dibandingkan bulan sebelumnya 7,75 persen. Sedangkan untuk simpanan dalam valuta asing (valas) menjadi 1,25 persen. Untuk simpanan rupiah di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 10 persen. Sesuai ketentuan LPS apabila suku bunga di bank melebihi bunga penjaminan LPS maka simpanan tersebut tidak dijamin.




Artikel ke-2
Suku Bunga Pinjaman Perbankan Terlalu Tinggi
Selasa, 5 Mei 2015 | 16:44
[JAKARTA] Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menilai suku bunga pinjaman perbankan yang diberikan kepada sektor industri masih terlalu tinggi. "Perbankan memberikan pinjaman di Indonesia dengan suku bunga yang masih tinggi jika dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perbankan dan Finansial Rosan P Roeslani di Jakarta, Selasa (5/5). Dalam kegiatan seminar bertema "Pembiayaan Investasi di Bidang Industri" itu ia memaparkan bahwa suku bunga pinjaman di Indonesia berada pada kisaran 12 persen. Negara ASEAN lain memiliki suku bunga yang lebih rendah, seperti Thailand 6,5 persen, Filipina 5,5 persen, Singapura lima persen, Malaysia 4,5 persen, atau Korea Selatan kurang lebih 4,2 persen. "Dengan kondisi demikian, kita memang membutuhkan alternatif pembiayaan untuk industri yang sifatnya bunga lebih rendah dan berjangka waktu lebih panjang," tutur Rosan.
Melalui instrumen lembaga pembiayaan yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut maka sektor industri bisa tertolong dalam urusan pengembangan investasi dan penyediaan modal. Berdasarkan data dari Bank Indonesia pada tahun 2014 pembiayaan perbankan terhadap sektor industri mencapai Rp650,9 triliun, atau sekitar 25 persen. Untuk sektor pembiayaan tertinggi diberikan pada bidang perdagangan, perhotelan, dan rumah makan yang memiliki persentase mencapai 30 persen. "Sektor industri Indonesia akan mengalami tantangan yang semakin berat karena kurangnya sumber pembiayaan yang kompetitif. Karena itu harus ada upaya strategis untuk menjamin ketersediaan pembiayaan," ujarnya. [Ant/L-8]





Kesimpulan :
-            Pembiayaan di Indonesia masih didominasi sektor perbankan dan pembiayaan saham masih sangat minim menyebabkan suku bunga kredit perbankan nasional masih terlalu tinggi.
-            Masih tingginya bunga simpanan di perbankan, sehingga menyebabkan masyarakat lebih memilih menyimpan uang di bank.
-            Survei perbankan Indonesia kuartal III 2015 rata-rata bunga kredit modal kerja dalam rupiah tercatat 13,6 persen atau dikisaran 10,98 persen hingga 16,25 persen. Sedangkan untuk kredit investasi tercatat 13,02 persen dan untuk kredit konsumsi 14,7 persen. Untuk bunga KPR rata-rata 12,75 persen, kredit kendaraan bermotor (KKB) 13,75 persen, bunga kartu kredit 30,66 persen, kredit multiguna 13,94 persen dan kredit tanpa agunan 20,99 persen.
-            Suku bunga acuan karena masih tingginya risiko ketidakpastian global, sehingga BI akan tetap berhati-hati dalam menempuh kebijakan moneter serta mencermati risiko global di tengah perkembangan pasar keuangan global.










DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar