TUGAS
AKUNTANSI
INTERNASIONAL
(Suku Bunga Perbankan
Terlalu Tinggi)
Disusun Oleh
:
Kelompok 5
Hardiyanti Puji (23212305)
Manda Tri Jayanti (24212407)
Mayang Manggar B. S (24212500)
Uut Utari (27212536)
Kelas : 4EB25
Jurusan
Akuntansi
Fakultas
Ekonomi
Universitas
Gunadarma
SUKU BUNGA
PERBANKAN TERLALU TINGGI
Artikel ke-1
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA
- Suku bunga kredit perbankan nasional masih terlalu tinggi jika dibandingkan
dengan suku bunga kredit negara tetangga kawasan ASEAN. Dari data Kamar dagang
dan industri (Kadin) Indonesia, suku bunga kredit rata-rata di kisaran 12
persen, sedangkan Thailand rata-rata 6,5 persen, Filipina 5,5 persen, Singapura
5 persen dan Malaysia 4,5 persen. Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla
sempat kesal dengan tingkat bunga kredit yang terlalu tinggi. Kekesalannya
disampaikan saat sambutan pada pertemuan tahunan Bank
Indonesia November lalu. Wapres mengungkapkan saat ini industri
perbankan nasional yang masih sedikit yang berpihak pada sektor usaha kecil dan
menengah (UKM) dengan memberikan bunga rendah. "Masa bunga kredit
korporasi lebih rendah 10 persen dari bunga UKM, perbankan juga harus bisa
perbaiki bunga UKM," ujar JK. Menurut dia, dengan tingginya bunga kredit
sektor UKM maka akan sulit untuk mencari pendanaan. Padahal, UKM sangat
membutuhkan pendanaan yang murah untuk pertumbuhan usaha. "Pemerintah
sekarang hanya bisa bantu perbaiki sektor UKM, dengan apapun biayanya, kita
harus turunkan bunga UKM, seperti bunga kredit usaha rakyat (KUR) bunga dari 22
persen sekarang jadi 12 persen tahun depan pemerintah mau 9 persen,"
tambahnya.
Dia juga menceritakan, selama dirinya menjadi
pengusaha, dia tidak rela dengan bunga UKM yang lebih tinggi dibandingkan bunga
korporasi. Menurut Wapres, investasi di Indonesia tidak akan tumbuh tinggi jika
antara bunga simpanan dan bunga kredit masih tinggi. "Salah satunya harus
ada dikorbankan, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus mampu
mengontrol tingkat bunga (kredit & simpanan) agar seimbang dan tidak
terlalu tinggi," kata Wapres. Wapres menyebutkan pembiayaan di Indonesia
masih didominasi sektor perbankan dan pembiayaan saham masih sangat minim. Dia
mengatakan, hal ini terjadi karena masih tingginya bunga simpanan di perbankan,
sehingga menyebabkan masyarakat lebih memilih menyimpan uang di bank, hal yang
ini mempengaruhi jumlah dana masuk ke pasar modal. “Mana mungkin orang mau
membeli saham, selama bunga deposito bisa mencapai 8 persen sampai 10 persen,
orang pasti pilih yang pasti dibandingkan saham, tapi jika bunga deposito 4
persen atau 5 persen orang akan beralih ke saham,” ujar dia. Berdasarkan survei
perbankan Indonesia kuartal III 2015 rata-rata bunga kredit modal kerja dalam
rupiah tercatat 13,6 persen atau dikisaran 10,98 persen hingga 16,25 persen.
Sedangkan untuk kredit investasi tercatat 13,02 persen dan untuk kredit
konsumsi 14,7 persen. Untuk bunga KPR rata-rata 12,75 persen, kredit kendaraan
bermotor (KKB) 13,75 persen, bunga kartu kredit 30,66 persen, kredit multiguna
13,94 persen dan kredit tanpa agunan 20,99 persen.
Dari bank berdalih, tingginya bunga kredit seiring
dengan biaya dana yang dikeluarkan bank dan tingginya risiko dalam penyaluran
kredit. Dari suku bunga dasar kredit (SBDK) empat bank besar, yakni PT Bank
Mandiri Tbk (Bank Mandiri) bunga kredit korporasi tercatat 10,5 persen, kredit
ritel 12,25 persen, kredit mikro 19,25 persen, KPR 11 persen dan non KPR 12,5
persen. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) bunga kredit korporasi 10,75 persen,
kredit ritel 11,5 persen, kredit mikro 19,25 persen, KPR 10,25 persen dan non
KPR 12,5 persen. PT Bank Central Asia Tbk (BCA) bunga kredit korporasi 10,25
persen, kredit ritel 11,5 persen, KPR 10,25 persen dan non KPR 8,63 persen.
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) bunga kredit
korporasi 11,75 persen, kredit ritel 12 persen, KPR 11 persen dan non KPR 12,75
persen. Bank Sentral hingga akhir tahun memang belum menurunkan suku bunga
acuan (BI Rate) di level 7,5 persen dengan lending facility 8 persen dan
deposit facility 5,5 persen. Sepanjang 2015 BI hanya menurunkan BI rate sekali
yaitu pada Februari 2015 dari 7,75 persen menjadi 7,5 persen. Tidak berubahnya
suku bunga acuan karena masih tingginya risiko ketidakpastian global, sehingga
BI akan tetap berhati-hati dalam menempuh kebijakan moneter serta mencermati
risiko global di tengah perkembangan pasar keuangan global. Namun BI
mengisyatkan akan menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) pada 2016, hal ini
seiring data makro ekonomi dalam dan luar negeri telah mendukung pelonggaran
kebijakan moneter. OJK sebagai pengawas perbankan sempat berencana untuk
mengatur batas atas bank dalam menentukan tingkat bunga kredit, minimal bunga
kredit bank bisa sesuai dengan acuan di BI. Aturan ini bertujuan agar bank
tidak seenaknya dalam menaikan bunga. Meskipun suku bunga acuan tidak mengalami
perubahan sejak Februari. Sejumlah bank melakukan penyesuaian yakni pemangkasan
bunga deposito. Contohnya BCA, bank nomor 3 dari segi aset ini rajin menurunkan
suku bunga deposito sejak awal tahun. Menurut direksi, penurunan dilakukan agar
bank tidak mengeluarkan banyak biaya mahal untuk simpanan berjangka atau
deposito. Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan hingga Desember 2015 special rate deposito
di BCA sudah dikisaran 5,5 persen. "Rata-rata perbankan masih memberikan
bunga 8 persen sampai 9 persen," ujar dia. Menurut Jahja saat ini kondisi
likuiditas perbankan cukup longgar, jika bank ingin melakukan penurunan bunga
ini merupakan waktu yang pas. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada Oktober 2015
melakukan penurunan pada bunga penjaminan, penyesuaian dilakukan karena LPS
memandang selama 6 bulan terakhir likuiditas perbankan masih memadai. Untuk
bunga penjaminan dalam rupiah 7,5 persen turun 25 basis poin dibandingkan bulan
sebelumnya 7,75 persen. Sedangkan untuk simpanan dalam valuta asing (valas)
menjadi 1,25 persen. Untuk simpanan rupiah di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 10
persen. Sesuai ketentuan LPS apabila suku bunga di bank melebihi bunga
penjaminan LPS maka simpanan tersebut tidak dijamin.
Artikel ke-2
Suku Bunga
Pinjaman Perbankan Terlalu Tinggi
Selasa, 5 Mei 2015 | 16:44
[JAKARTA] Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin)
menilai suku bunga pinjaman perbankan yang diberikan kepada sektor industri
masih terlalu tinggi. "Perbankan memberikan pinjaman di Indonesia dengan
suku bunga yang masih tinggi jika dibandingkan negara-negara ASEAN
lainnya," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perbankan dan Finansial Rosan
P Roeslani di Jakarta, Selasa (5/5). Dalam kegiatan seminar bertema
"Pembiayaan Investasi di Bidang Industri" itu ia memaparkan bahwa
suku bunga pinjaman di Indonesia berada pada kisaran 12 persen. Negara ASEAN
lain memiliki suku bunga yang lebih rendah, seperti Thailand 6,5 persen,
Filipina 5,5 persen, Singapura lima persen, Malaysia 4,5 persen, atau Korea
Selatan kurang lebih 4,2 persen. "Dengan kondisi demikian, kita memang
membutuhkan alternatif pembiayaan untuk industri yang sifatnya bunga lebih
rendah dan berjangka waktu lebih panjang," tutur Rosan.
Melalui instrumen lembaga pembiayaan yang dapat
memenuhi kebutuhan tersebut maka sektor industri bisa tertolong dalam urusan
pengembangan investasi dan penyediaan modal. Berdasarkan data dari Bank
Indonesia pada tahun 2014 pembiayaan perbankan terhadap sektor industri
mencapai Rp650,9 triliun, atau sekitar 25 persen. Untuk sektor pembiayaan
tertinggi diberikan pada bidang perdagangan, perhotelan, dan rumah makan yang
memiliki persentase mencapai 30 persen. "Sektor industri Indonesia akan
mengalami tantangan yang semakin berat karena kurangnya sumber pembiayaan yang
kompetitif. Karena itu harus ada upaya strategis untuk menjamin ketersediaan
pembiayaan," ujarnya. [Ant/L-8]
Kesimpulan :
-
Pembiayaan di Indonesia masih didominasi sektor
perbankan dan pembiayaan saham masih sangat minim menyebabkan suku
bunga kredit perbankan nasional masih terlalu tinggi.
-
Masih tingginya bunga simpanan di perbankan, sehingga
menyebabkan masyarakat lebih memilih menyimpan uang di bank.
-
Survei perbankan Indonesia kuartal III 2015 rata-rata
bunga kredit modal kerja dalam rupiah tercatat 13,6 persen atau dikisaran 10,98
persen hingga 16,25 persen. Sedangkan untuk kredit investasi tercatat 13,02
persen dan untuk kredit konsumsi 14,7 persen. Untuk bunga KPR rata-rata 12,75
persen, kredit kendaraan bermotor (KKB) 13,75 persen, bunga kartu kredit 30,66
persen, kredit multiguna 13,94 persen dan kredit tanpa agunan 20,99 persen.
-
Suku bunga acuan karena masih tingginya risiko
ketidakpastian global, sehingga BI akan tetap berhati-hati dalam menempuh
kebijakan moneter serta mencermati risiko global di tengah perkembangan pasar
keuangan global.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar