KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua,
sehingga berkat karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah “Sumber
Agama dan Ajaran Agama Islam”.
Dalam penyusunan makalah ini, kami tidak lupa mengucapkan
banyak terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
tugas makalah ini sehinggga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Penulisan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidkan
Agama Islam di Universitas Gunadarma.
Dalam penyusunan makalah ini kami berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi penyusun sendiri maupun kepada pembaca umumnya. Kami mohon
maaf apabila ada kekurangan maupun kesalahan pada penulisan makalah ini untuk
itu kami berterimakasih apabila pembaca memberi saran atau kritikan kepada
kami.
Bekasi, Oktober 2012
Penyusun
BAB I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi
Muhammad Saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang
sejahtera lahir dan batin.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai
kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Alquran dan
Hadis, tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis
dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan
spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu,
bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan,
anti-feodalistik, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak
mulia dan bersikap positif lainnya.
1.2.
Rumusan Masalah
1.2.1. Apa saja sumber
ajaran agama Islam?
1.2.2. Bagaimana penjelasan
isi dan sistematika Al-Qur’an?
1.2.3. Bagaimana
penjelesan fungsi hadits?
1.2.4. Bagaimana fungsi
Ra’yu?
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini
adalah :
1.
Memenuhi salah satu tugas mata kuliah pendidikan Agama Islam
2. Menjelaskan
secara jelas agama dan ajaran Agama Islam
3. Mahasiswa/i
dapat memahami dan mengetahui secara mendalam tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah
(Al-Hadist)
4.
Mahasiswa/i dapat memahami tentang Ra’yu yang dilaksanakan dengan
Ijtihad
1.4. Metode Pengumpulan Data
Makalah ini dibuat dengan metode
pengumpulan data dari referensi studi kepustakaan yang bersumber dari web, blog
dan media massa yang lain yang ada pada internet.
1.5. Sistematika
Bab
I: Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Maksud dan Tujuan
1.4. Metode Pengumpulan Data
1.5. Sistematika
Bab II: Pembahasan
2.1. Sumber Agama dan Ajaran Agama Islam
2.2. Al-Qur’an: isi dan sistematiknya
2.3. As-Sunnah (Al-Hadits): fungsi dan
artinya
2.4. Ra’yu yang dilaksankan dengan ijtihad
Bab III: Penutup
3.1. Kesimpulan
BAB
II
Pembahasan
2.1. Sumber Agama dan Ajaran Agama Islam
Agama Islam bersumber dari Al-Qur’an yang memuat Wahyu
Allah dan al-hadist yang memuat sunnah Rasulullah. komponen agama Islam dan unsur utama
ajaran Islam ( akidah, syariah
, dan akhlak ) di kembangkan dengan Ra’yu
atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk mengembangkannya. Yang
dikembangkan adalah ajaran agama dan yang terdapat dalam Al-Qur;an dan
Al-hadist. Dengan
kata lain,yang dikembangkan lebih lanjut supaya dapat dipahami manusia adalah
wahyu Allah dan sunnah Rasul yang merupakan
agama Islam.
Hukum artinya
menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya. Hukum Islam disebut juga
syariat atau hukum Allah SWT, yaitu hukum atau undang-undang yang ditentukan
Allah SWT sebagaimana terkandung dalam kitab suci Al-Qur’an dan Hadis (sunah).
Syariat Islam juga merupakan hukum dan aturan Islam yang
mengatur seluruh sendi kehidupan umat manusia, baik muslim maupun bukan muslim.
2.2. Al-Qur’an:
isi dan sistematiknya
Al-Qur’an adalah sumber ajaran Islam
yang utama. Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Nabi
Muhammad SAW. Al-Qur’an dijaga dan dipelihara oleh Allah SWT, sesuai dengan
firmannya sebagai berikut:
إِنَّانَحْنُنَزَّلْنَاالذِّكْرَوَإِنَّالَهُلَحَافِظُونَ
Artinya:
”Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr:9)
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ
لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
Artinya:
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau
kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat
pertentangan yang banyak di dalamnya." (QS. An-Nisa:82)
Al-Qur’an merupakan sumber agama
juga ajaran Islam pertama dan utama. Pengertian secara harafiah berarti
sesuatu yang harus dibaca atau dipelajari. Sedangkan secara istilah, Al-Qur’an adalah
firman Allah yang diturunkan melalui malaikat jibril kepada Nabi Muhammad SAW
dan sebagai salah satu mukzijat Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an diturunkan secara
berangsur-angsur selama 22 tahun, 2 bulan, 22 hari, mula-mula di Mekah kemudian
di Medinah. Tujuannya untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi umat manusia
dalam hidup dan kehidupannya mencapai kesejahteraan di dunia ini dan
kebahagiaan di akhirat kelak.
Al-Qur’an yang menjadi sumber nilai dan norma umat Islam itu terbagi ke
dalam 30 juz, 114 surah, 6666 ayat, 74.499 kata atau 325.345 huruf (lebih tepat
dikatakan 325.345 suku kata jika dilihat dari sudut pandang bahasa Indonesia).
Al-Qur’an tidak disusun secara kronologis. Lima ayat pertama diturunkan di gua
hira’ pada malam 17 Ramadhan tahun pertama sebelum hijriah atau pada malam
Nuzulul Qur’an ketika Nabi Muhammad berusia 40-41 tahun, sekarang terletak di
surat al-Alaq (96) : 1-5. Ayat terakhir yang diturunkan di padang Arafah,
ketika Nabi Muhammad berusia 63 tahun pada tanggal 9 zulhijah tahun ke-10 Hijrah,
kini terletak di surat Al-Madinah (50) : 3.
Ayat-ayat yang diturunkan ketika
Nabi Muhammad masih tinggal di Mekah disebut ayat-ayat Makkiyah, sedangkan
ayat-ayat yang turun setelah Nabi Muhammad pindah ke Madinah dinamakan
ayat-ayat Madaniyah. Cirri-cirinya adalah :
1. Ayat-ayat Makkiyah pada umumnya
pendek-pendek. Merupakan 19/30 dari seluruh isi Al-Qur’an,
terdiri dari 86 surat, 4.780 ayat. Ayat-ayat Madaniyah pada umumnya
panjang-panjang merupakan 11/30 dari seluruh isi Al-Qur’an, terdiri dari 28 surat, 1.456
ayat.
2.
Ayat-ayat Makkiyah dimulai dengan kata-kata ya ayyuhannas (hai manusia).
Sedangkan ayat-ayat Madaniyah dimulai dengan kata-kata ya ayyuhallazina amanu
(hai orang-orang yang beriman).
3.
Ayat-ayat Makkiyah pada umumnya mengenai tauhid yakni keyakinan pada kemaha
Esaan Allah, hari kiamat, akhlak, dan kisah-kisah umat manusia di masa lalu,
sedangkan ayat-ayat Madaniyah memuat soal-soal hukum, keadilan, masyarakat dan
sebagainya.
4.
Ayat-ayat Makkiyah diturunkan selama 12 tahun 13 hari, sedangkan ayat-ayat
Madaniyah selama 10 tahun, 2 bulan 9 hari. Allah telah menjamin kemurnian dan
kesucian Al-Qur’an, dalam surat Al-Hijr ayat 9 :
Kandungan Al-Qur’an, antara lain adalah:
- Pokok-pokok keimanan (tauhid) kepada Allah, keimanan kepada malaikat, rasul-rasul, kitab-kitab, hari akhir, qado-qodar, dan sebagainya.
- Prinsip-prinsip syari’ah sebagai dasar pijakan manusia dalam hidup agar tidak salah jalan dan tetap dalam koridor yang benar bagaimana menjalin hubungan kepada Allah (hablum minallah, ibadah) dan (hablum minannas, mu’amalah).
- Janji atau kabar gembira kepada yang berbuat baik (basyir) dan ancaman siksa bagi yang berbuat dosa (nadzir).
- Kisah-kisah sejarah, seperti kisah para nabi, para kaum masyarakat terdahulu, baik yang berbuat benar maupun yang durhaka kepada Tuhan.
- Dasar-dasar dan isyarat-isyarat ilmu pengetahuan: astronomi, fisika, kimia, ilmu hukum, ilmu bumi, ekonomi, pertanian, kesehatan, teknologi, sastra, budaya, sosiologi, psikologi, dan sebagainya.
Keutamaan Al-Qur’an ditegaskan dalam Sabda Rasullullah,
antara lain:
- Sebaik-baik orang di antara kamu, ialah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya
- Umatku yang paling mulia adalah Huffaz (penghafal) Al-Qur’an (HR. Turmuzi)
- Orang-orang yang mahir dengan Al-Qur’an adalah beserta malaikat-malaikat yang suci dan mulia, sedangkan orang membaca Al-Qur’an dan kurang fasih lidahnya berat dan sulit membetulkannya maka baginya dapat dua pahala (HR. Muslim).
- Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah, maka pelajarilah hidangan Allah tersebut dengan kemampuanmu (HR. Bukhari-Muslim).
- Bacalah Al-Qur’an sebab di hari Kiamat nanti akan datang Al-Qur’an sebagai penolong bagai pembacanya (HR. Turmuzi).
Keutamaan
membaca Al-Qur’an, yaitu membacanya adalah ibadah. Bagi orang yang membaca
Al-Qur’an akan mendapat pahala yang telah dijanjikan Allah SWT. Menurut Ali Bin Abi
Thalib, membaca Al-Qur’an adalah 50 kebajikan untuk tiap-tiap hurufnya apabila dibaca
waktu melaksanakan sholat, 25 kebajikan apabila di luar sholat (dalam keadaan
berwudhu), dan 10 kebajikan apabila tidak berwudhu. Bukan hanya membaca, mendengarkan
orang yang membaca Al-Qur’an pun akan mendapat kan pahala. Selain membaca dan
mendengar, belajar dan mengajarkan membaca Al-Qur’an pun adalah suatu kebaikan.
2.3. As-Sunnah
(Al-Hadits): fungsi dan artinya
Al-Hadits
menurut pengertian bahasa ialah berita atau sesuatu yang baru. Dalam ilmu hadis
istilah tersebut berarti segala perkataan, perbuatan dan sikap diam Nabi tanda
setuju (taqrir). Para ahli hadis, umumnya menyamakan istilah hadis dengan
istilah sunnah. Namun, ada sementara ahli hadits mengatakan bahwa istilah
dipergunakan khusus untuk sunnah qauliyah (perkataan Nabi), sedangkan sunnah
fi’liyah (perbuatan Nabi) dan sunnah taqririyah tidak disebutkan
dalam hadits. Al-Hadist adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam setelah Al-Qur’an.
Peranan Al-Hadits
Sebagai
sumber agama dan ajaran Islam, Al-Hadits mempunyai peranan yang penting setelah
Al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai kitab suci dan pedoman hidup umat Islam diturunkan
pada umumnya dalam kata-kata yang perlu dirinci dan dijelaskan lebih lanjut,
agar dapat dipahami dan diamalkan. Sebagai utusan Allah Nabi Muhammad SAW
mempunyai wewenang menjelaskan dan merinci wahyu Allah yang bersifat umum.
Sesuai firman Allah dalam surat An-Nahl (16) ayat 44:
Artinya:
“keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami
turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang
telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”
Ada
tiga peranan al-Hadits disamping
al-Qur’an sebagai sumber agama dan ajaran Islam. Adapun peranan al-Hadits
adalah :
1. Menguatkan dan menegaskan hukum yang
terdapat dalam Al-Qur’an.
2. Menguraikan dan merincikan yang
global (mujmal), mengkaitkan yang mutlak dan mentakhsiskan yang umum(‘am),
Tafsil, Takyid, dan Takhsis berfungsi menjelaskan apa yang dikehendaki
Al-Qur’an. Rasulullah mempunyai tugas menjelaskan Al-Qur’an sebagaimana firman
Allah SWT dalam QS. An-Nahl ayat 44:
Artinya : “Dan Kami turunkan
kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”(QS. An-Nahl : 44)
3. Menetapkan dan mengadakan hukum yang
tidak disebutkan dalam Al-Qur’an. Hukum yang terjadi adalah merupakan produk
Hadits/Sunnah yang tidak ditunjukan oleh Al-Qur’an. Contohnya seperti larangan
memadu perempuan dengan bibinya dari pihak ibu, haram memakan burung yang
berkuku tajam, haram memakai cincin emas dan kain sutra bagi laki-laki.
Sebagai sumber ajaran Islam kedua, setelah Alquran, Hadist memiliki
fungsi yang pada intinya sejalan dengan alquran. Keberadaan Al-Sunnah tidak
dapat dilepaskan dari adanya sebagian ayat Alquran :
- Yang bersifat global (garis besar) yang memerlukan perincian;
- Yang bersifat umum (menyeluruh) yang menghendaki pengecualian;
- Yang bersifat mutlak (tanpa batas) yang menghendaki pembatasan; dan ada pula
- Isyarat Alquran yang mengandung makna lebih dari satu (musytarak) yang
- menghendaki penetapan makna yang akan dipakai dari dua makna tersebut; bahkan terdapat sesuatu yang secara khusus tidak dijumpai keterangannya di dalam Alquran yang selanjutnya diserahkan kepada hadis nabi.
2.4. Ra’yu yang dilaksankan dengan ijtihad
Sumber ajaran
Islam yang ketiga adalah ar-ra’yu atau sering disebut dengan kata ijtihad.
Ijtihad adalah usaha yang sungguh-sungguh yang dilakukan oleh seseorang
atau beberapa orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan pengalaman tertentu
yang memenuhi syarat untuk mencari, menemukan, dan menetapkan nilai dan norma
yang tidak jelas atau tidak terdapat patokannya di dalam al-Quran dan
al-Hadits. Orang yang menetapkan hukum dengan jalan ini disebut mujtahid
Walaupun Islam
adalah agama yang berdasarkan wahyu dari Allah SWT, Islam sangat menghargai
akal. Hal ini terbukti dengan banyaknya ayat Al Quran yang memerintahkan
manusia untuk menggunakan akal pikirannya, seperti pada surat An Nahl ayat 67
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran
Allah) bagi orang yang memikirkannya”. Oleh karena itu, apabila ada suatu
masalah yang hukumnya tidak terdapat di Al Quran maupun Hadist, maka
diperintahkan untuk berijtihad dengan menggunakan akal pikiran dengan tetap
mengacu kepada Al Quran dan Hadist
Ijtihad
hanya diperbolehkan bagi orang-orang yang memenuhi syarat sebagai mujtahid. Syarat-syarat
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Menguasai bahasa Arab untuk dapat
memahami al-Qur’an dan kitab-kitab hadits yang tertulis dalam bahasa Arab.
2. Mengetahui isi dan sistem hokum
al-Qur’an serta ilmu-ilmu untuk memahami al-Qur’an.
3. Mengetahui hadits-hadits hokum dan
ilmu-ilmu hadits yang berkenaan dengan pembentukan hokum.
4. Menguasai sumber-sumber hokum islam
dan cara-cara (metode) menarik garis-garis hokum dari sumber-sumber hokum
islam.
5.
Menguasai dan
mengetahui kaidah-kaidah fiqih.
6. Mengetahui rahasia dan tujuan-tujuan
hokum islam.
7. Jujur dan iklas.
8.
Menguasai
ilmu-ilmu sosial (Antropologi, Sosiologi).
9.
Dilakukan
secara kolektif (jama’i) bersama para ahli disiplin ilmu lain.
Adapun
macam-macam bentuk ijtihad yang dikenal dalam syariat Islam, yaitu:
1.
Ijma’, menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau
sependapat. Sedangkan menurut istilah adalah kebulatan pendapat ahli ijtihad
umat Nabi Muhammad SAW sesudah beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum
suatu perkara dengan cara musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu
keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti
seluruh umat.
2.
Qiyas yang berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan
menyamakannya. Dengan kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya
untuk membandingkan suatu perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok
masalah atau sebab akibat yang sama. Contohnya adalah pada surat Al isra ayat
23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak
diperbolehkan karena dianggap meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul
karena sama-sama menyakiti hati orang tua.
3.
Istihsan yang berarti suatu proses
perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang lebih kuat atau
mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah kemudharatan
atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut logika
dapat dibenarkan. Contohnya, menurut aturan syarak, kita dilarang
mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi
menurut Istihsan, syarak memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan)
bahwa jual beli diperbolehkan dengan system pembayaran di awal, sedangkan
barangnya dikirim kemudian.
4.
Mushalat
Murshalah,
menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapum menurut
istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia.
Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan
untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh
umat Islam demi kemaslahatan umat.
5.
Sududz
Dzariah,
menurut bahasa
berarti menutup jalan, sedangkan menurut istilah adalah tindakan memutuskan
suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat. Contohnya
adalah adanya larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk, padahal
minum seteguk tidak memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar jangan
sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan.
6.
Istishab yang berarti melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada
dan telah ditetapkan di masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan
hukum tersebut. Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu
atau belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada
keadaan sebelum berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat
tidak sah bila tidak berwudhu.
7.
Urf. berupa
perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa perkataan maupun
perbuatan. Contohnya dalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan uang
sebagai pembayaran atas barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab
kabul karena harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.
Ijtihad mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam dan
merupakan sumber hukum Islam yang ketiga setelah Al Quran dan Hadist. Dengan
ijtihad itu umat Islam menyelesaikan persoalan-persoalan yang hukumnya tidak
ada dalam Al Quran maupun Hadist. Setelah Rasulullah wafat, tidak ada lagi sosok
yang dapat ditanya secara langsung tentang masalah-masalah Islam. Oleh karena
itu, ijtihad dijadikan jalan keluar untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan
tetap mengacu pada Al Quran dan Hadist.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam yang utama.
Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad
SAW. Al-Qur’an dijaga dan dipelihara oleh Allah SWT, disampaikan
oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul Allah sedikit demi
sedikit selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di Mekkah kemudian di
Madinah. Tujuannya, untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi umat manusia dalam
hidup dan kehidupannya mencapai kesejahteraan didunia ini dan kebahagiaan
diakhirat kelak. Sebagai sumber ajaran Islam kedua, setelah Alquran, Al-Hadist
mempunyai fungsi menegaskan
lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam Al-Qur’an, menambahkan atau mengembangkan sesuatu
yang tidak ada atau samar-samar ketentuannya di dalam al-Qur’an, sebagai Musyar’I
(pembuat syariat). Dan Ijtihad
sebagai sumber ajaran
Islam yang ketiga yang memuat tambahan atau sumber pengembangan.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar