Sabtu, 29 Maret 2014

Tulisan Ke-1 Hukum Perdata

Hukum Perdata
1.      Lingkup Hukum Perdata
1.1  Explanation of Civil Law
The civil law is any law governing the legal relationship between one person and another person. In this definition there are some elements that need to be addressed. These elements are :
-          Rechtsregel, rule of law
-          Rechtsbetrekking, legal relation
-          Persoon, person
Rule  of law
Peraturan artinya rangkaian ketentuan mengenai ketertiban. Peraturan itu ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis. Hukum artinya segala peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya. Istilah “perdata” berasal dari bahasa Sangserketa yang berarti warga (burger), pribadi (privaat), sipil, bukan militer (civiel). Hukum perdata artinya hukum mengenai warga, pribadi, sipil, berkenaan dengan hak dan kewajiban.
Hubungan Hukum
Hubungan hokum adalah hubungan yang diatur oleh hokum. Hubungna yang diatur oleh hokum itu adalah hak dan kewajiban warga, pribadi yang satu terhadap warga, pribadi yang lain dalam hidup bermasyarakat. Jadi, hubungan hokum adalah hak dan kewajiban hokum setiap warga atau pribadi dalam hidup bermasyarakat. Hak dan kewajiban tersebut apabila tidak dipenuhi dapat dikenakan sanksi menurut hokum.
Orang (person)
Orang (persoon) adalah subjek hokum, yaitu pendukungb hak dan kewajiban. Pendukung hak dan kewajiban ini dapat berupa manusia pribadi dan badan hokum. Manusia pribadi dan badan hokum mungkin warga Negara Indonesia dan mungkin juga warga Negara asing.
Manusia pribadi (natuurlijk persoon) adalah gejala alam, makhluk hidup ciptaan Tuhan, yang mempunyai akal, perasaan, kehenda.sedangkan badan hokum (rechtspersoon) adalah gejala yuridis, badan ciptaan manusia berdasarkan hokum.
Hokum perdata tertulis adalah hokum perdata yanjg dibuat oleh pembentuk undang-undang, yang diundangkan dalam Staatsblad atau Lembaran Negara. Contohnya adalah hokum perdata barat yang dibuat dalam B.W. (KUHPdt) yang diundangkan dalam Stb. 1847-23, Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 yang diundangkan dalam L N. tahun 1974 No. 1.
Hokum perdata tidak tertulis adalah hokum perdata yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, dibuat oleh masyarakat, bukan oleh pembentuk undang-undang. Hokum perdata tidak tertulis lazim disebut dengan istilah “hokum adat”. Hokum adat adalah mata kuliah yang berdiri sendiridalam kurikulum Fakultas Hukum.
Hokum perdata dalam artia luas meliruti hukium perdata, hokum dagang, dan hokum adat. Sedangkajn hokum perdata dalam arti sempit hanya meliputi hokum perdata tertulis minus hokum datang, lazim, disebut “hhukum perdata” saja.
Dalam pembangunan hokum tertulis, sebaiknya hokum perdata dan hokum dagang disatukan saja dan dihimpun dalam satu kodofikasi yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sedangkan hokum adat tetap dipeliharadan berkembang seirama dengan dinamika perkembangan masyarakat.
Hokum perdata masional adalah hokum perdata yang mendukung hak dan kewajibannya mempunyai kewarganegaraan yang sama yaitu warga Negara Indonesia.sedangkan huku8m perdata internasional salah satu pihak pendukung hak dan kewajibannya adalah warga Negara asing.
1.2  Materi Hukum Perdata
Timbulnya hokum karena manusia hidup bermasyarakat. Hokum mengatur hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat dan juga mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hak dan kewajiban itu. Hokum perdata yang mengatur hak dan kewajiban dalm hidup bermasyarakat disebut “hokum perdata material”, sedangkan hokum perdata yang mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hak dan kewajiban itu disebut “hokum perdata formal”. Hokum perdata formal lazim disebut hokum acara perdata.
Hokum perdata material memuat dan mengatur segala persoalan mengenai:
1.      Orang sebagai pendukung hak dan kewajiban (personenrecht)
2.      Keluarga sebagai unit masyarakat terkecil (familierecht)
3.      Harta kekayaan (vermogensrecht)
4.      Pewarisan (erfrecht)

2.      Sejarah Hukum Perdata
2.1  Hukum Perdata Belanda
Hokum perdata Belanda berasal dari hokum perdata Prancis, yang berinduk pada Code Civil Prancis. Pada zaman pemerintahan Napoleon Bonaparte Prancis pernah menjajah Belanda dan Code Civil diberlakukan pula di Belanda. Keudian setelah Belanda merdeka dan kekuasaan Prancis, Belanda menginginkan pembentukan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sendiri yang terlepas dari pengaruh kekuasaan Prancis.
Keinginan Belanda tersebut direalisasikan dengan pembentukan kodifikasi hokum pedata Belanda. Pembuatan kodifikasi tersebujt selesai tanggal 5 Juli 1830 dan direncanakan diberlakukan pada tanggal 1 Pebruari 1831. Tetapi dalam bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan dii daerah selatan Belanda, yang memisahkan diri dari kerajaan Belanda yang sekarang disebut Kerajaan Belgia. Karena pemisahan Belgia ini, berlakunya kodifikasi ditangguhkan dan baru terlaksana pada tanggal 1 Oktober 1838.
Meskipun B.W. Belanda itu adalah kodifikasi bentukan nasional Belanda, isi dan bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil Prancis. Menurut Prof.Mr. J. van Kan, B.W. adalah saduran dari Code Civil, hasil jiblakan yang disalin dari bahasa Prancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
2.2  Hukum Perdata Indonesia
Karena Belanda pernah menjajah Indonesia, maka B.W. Belanda ini diusahakan supaya dapat diberlakukan pula di Hindia Belanda pada waktu itu. Caranya ialah dibentuk B.W. Hindia Belandayang susunan dan isinya serupa dengan B.W. Belanda. B.W. Belanda diberlakukan juga di Hindia Belanda berdasarkan asas konkordansi (persamaan). B.W. Hindia Belanda ini disahkan oleh Raja pada tanggal 16 Mei 1846, yang diundangkan melalui Staatsblad 1847-23 dan dinyatakan berlaku pada tanggal 1 Mei 1848.
Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan peraturan peralihan UUD45, maka B.W. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan oleh undang-undang baru berdasarkan Undang-Undang Dasar ini. B.W. Hindia Belanda ini disebut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, sebagai indul hokum perdata Indonesia.
Hokum perdata Indonesia adalah hokum perdata yang berlaku di Indonesia. Hokum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hokum perdata barat (Belanda), yang berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt), yang dalam bahasa aslinya disebut Burgerlijk Wetboek (B.W.).  Burgerlijk Wetboek (B.W.) ini berlaku di Hindia Belanda dulu. Sebagian materi B.W. (KUHPdt) ini sudah dicabut berlakunya dan diganti dengan undang-undang R.I. misalnya mengenai perkawinan dan hak-hak kebendaan (buku I dan II).
Di samping KUHPdt, hokum perata Indonesia itu meliputi juga perudang-undangan hukum perdata buatan pembentuk undang-undang Republik Indonesia, misalnya Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, Keputusan Presiden No. 12 Tahun 1983 tentang Penataan dan Peningkatan Pembinaan Penyelenggaran Catatan Sipil.
2.3  B.W.(KUHPdt) sebagai Himpunan Hukum tak Tertulis
B.W. Hindia Belanda diperuntukan bagi penduduk golongan Eropah dan yang dipersamakan berdasarkan pasal 131 I.S. jo. 163 I.S. Setelah Indonesia merdeka, keberlakuan untuk warga Negara Indonesia keturunan Eropah dan yang dipersamakan terus berlangsung. Keberlakuan yang demikian adalah formal berdasarkan aturan peralihan UUD45.
Dalam Negara Indonesia merdeka berlakunya hokum perdata semacam ini jelas berbau kolonial yang membeda-bedakan warga Negara Indonesia berdasarkan keturunannya. Disamping itu memang materi yang diatur dalam B.W.(KUHPdt) sebagian ada yang tidak sesuai dengan Pancasila dasar Negara dan pandangan hidup nagsa Indonesia, dan tidak sesuai dengan aspirasi Negara dan bangsa merdeka.
Pada tahun 1962 Dr. Sahardjo,S.H. Menteri Kehakiman R.I. pada waktu itu mengeluarkan gagasan, yang menganggap B.W. (KUHPdt) dapat dipedomani oleh semua warga Negara Indonesia. Ketentuan-ketentuan yang sesuai dapat diikuti, sedangkan ketentuan-ketentuan yang tidak sesuai lagi dapat ditinggalkan.
2.4  Surat Edaran Mahkamah Agung R.I. No. 3 Tahun 1963
Atas dasar gagasan Menteri Kehakiman Dr. Sahardjo, S.H. tersebut, Mahkamah Agung R.I. pada tahun 1963 mengeluarkan Surat Edaran No. 3 Tahun 1963 yang ditujukan kepada semua Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia. Isi surta edaran tidak berlaku lagi antara lain pasal-pasal B.W. berikut ini:
1.      Pasal 108 dan 110 B.W. tentang wewenang istri untuk melakukan perbuatan hokum dan untuk menghadap di muka pengadilan tanpa izin atau bantuan suaminya.
2.      Pasal 284 ayat 3 B.W. mengenai pengakuan anak yang lahir di luar perkawinan oleh seorang perempuan Indonesia asli.
3.      Pasal 1682 B.W. yang mengharuskan dilakukannya suatu penghibahkan dengan akta Notaris.
4.      Pasal 1579 B.W. yang memntukan bahwa dalam hal sewa-menyewa barang
5.      Pasal 1238 B.W. yang menyimpulakan bahwa pelaksanaan suatu perjanjian hanya dapat diminta di  muka Hakim, apabila gugatan ini didahulukan oleh suatu penagihan tertulis.
6.      Pasal 1460 B.W. tentang resiko seorang pembeli barang, yang sudah dijanjikan dijual, sejak saat itu adalah atas tanggungan pembeli, meskipun penyerahan barang itu belum dilakukan.
7.      Pasal 1603x ayat 1 dan 2 B.W. yang mengadakan deskriminasi antara orang Eropah di satu pihak dan orang bukan Eropah di lain pihak mengenai perjanjian perburuhan.

3.      Hukum Perdata Nasional
Hokum perdata nasional adalah hokum perdata yang diciptakan oleh Indonesia merdeka.
Criteria hokum perdata berpredikat nasional adalah:
1.      Berasal dari hokum perdata Indonesia
2.      Berdasarkan sistem nilai budaya Pancasila
3.      Produk hokum pembentuk undang-undang Indonesia
4.      Berlaku untuk semua warga Negara Indonesia
5.      Berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia

3.1   Berasal dari Hukum Perdata Indoensia
Hokum perdata barat sebagian sesuai dengan system nilai budaya Pancasila. Hokum, perdata barat yang sesuai dengan system nilai budaya Pancasila dapat dan bahkan telah diresepsi oleh bangsa Indonesia.  Hokum perdata tidak tertulis (buatan Hakim dan hokum adat) yang sudah berkembang mempunyai nilai-nilai yang dapat diikuti dan dipedomani oleh seluruh rakyat Indonesia.
Dalam ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 yang dilanjutka oleh ketetapan MPR No. II/1983 dan ketetapan MPR No. II/MPR/1988 tentang GBHN.
3.2  Sistem Nilai Budaya Pancasila
Sistem nilia budaya adalah konsepsi-konsepsi tentang nilai yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar anggota masyarakat.sistem nilai budaya yang sangat kuat meresap dalam jiwa anggota masyarakat, sehingga sukar diganti dengan nilai-nilai budaya lain dalam waktu singkat (lihat Koentjaraningrat, 1982 : 25-26).
System nilai budaya Pancasila ini berfungsi sebagai sumber dan pedoman tertinggi bagi peraturan-peraturan hokum dan perilaku anggota masyarakat bangsa Indonesia.
3.3  Produk hokum pembentuk undang-undang Indonesia
Menurut UUD45 pembuat undang-undang adalah Presiden bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (pasal 5 ayat 1 UUD45). Dalam GBHN 1978 digariskan bahwa pembinaan dan pembentukan hokum nasional diarahkan pada bentuk tertulis. Ini dapat diartikan bahwa pembentukan hokum perdata nasional perlu dituangkan dalam bentuk undang-unadang, bahkan diusungkan dalam bentuk kondifikasi.
3.4  Berlaku untuk semua warga Negara Indonesia
Hokum perdata nasional harus berlaku untuk semua warga Negara Indonesia, tanpa memandang asal usul keturunannya, suku bangsa, daerahnya, golongannya.
Keberlakuan hokum perdata nasional untuk semua warga Negara Indonesia berarti menciptakan inifikasi hokum sesuai dengan penggarisan GBHN, dan melenyapkan sifat diskrimiansi sisa politik hokum colonial Belanda.
3.5  Berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia
Wilayah Indonesai adalah wilayah Negara Republik Indonesia, termasuk perwakilan-o\perwakilan Indonesia di luar negeri dan kapal-kapal Indonesia.
Keberlakuan hukukm perdata nasional untuk semua warga Negara Indonesia di seluruh wilayah Indonesia merupakan inifikasi hokum perdata sebagai pencerminan system nilai budaya Pancasila, terutama nialai dalam sila ketiga “persatuan Indonesia”. Hal ini sesuai dengan penggarisan GBHN mengenai pembinaan hokum nasional.

4.       Sumber Hukum Perdata
4.1  Arti sumber hokum
Sumber hokum perdata ialah asal mula hokum perdata, atau tempat di mana hokum perdata ditemukan.
4.2  Sumber dalam arti formal
Sumber dalam arti “sejarah asalnya” hokum perdata adalah hokum perdata buatan pemerintah colonial Belanda yang terhimpun dalam B.W. (KUHPdt). Berdasarkan aturan peralihan UUD45, B.W. (KUHPdt) itu dinyatakan tetap berlaku sepanjang belum diganti dengan unadang-undang baru berdasarkan UUD45.
Sumber dalam arti “pembentukannya” adalah pembentuk undang-undang berdasarkan UUD45. UUD45 ditetapkan oleh rakyat Indonesia, yang didalamnya termasuk juga aturan peralihan. Atas dasar peralihan itu, B.W. (KUHPdt) dinyatakan tetap berlaku. Ini berarti pembentuk UUD Indonesia ikut menyatakan berlakunya B.W. (KUHPdt).
Sumber dalam arti asal mula (sejarah asal dan pembentuk) ini disebut sumber dalam arti formal.
4.3  Sumber dalam arti material
Sumber dalam arti “tempat” adalah Staatsblad ataun Lembaran Negara di aman rumusan ketentuan undang-undang hokum perdata dapat dibaca oleh umum. Selain itu, kepurusan Hakim yang disebut yurisprudensi Mahkamah Agung mengenai warisan, mengenai badan hokum, mengenai hak atas tanah, dan lain-lain. Sumber dalam arti tempat disebut “sumber dalam arti material”.


5.      Kodifikasi dan Sistematika
5.1  Himpunan undang-undang dan kodifikasi
Bidang hokum tertentu dapat dibuat dan dihimpun dalam bentuk undang-undang biasa dan dapat pula dalam bentuk kodifikasi. Bidang bukum tertentu itu misalnya bidang hokum perdata, pidana, dagang, acara perdata, acara pidana, tata Negara.
Apabila dibuat dan dihimpun dalam bentuk undang-unadang biasa, maka undang-undang yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara itu masih memerlukan peraturan pelaksanaan yang dibuat terpisah dalam bentuk tertentu.
Apabila undang-undang itu dibuat dalam bentuk kodifikasi, maka unsure-unsur yang perlu dipenuhi ialah sebagai berikut:
1.      Meliputi bidang hokum tertentu
2.      Tersusun secara sistematis
3.      Mamuat materi yang lengkap
4.      Penerapannya memberikan penyelesaian tuntas
Bidang-bidang tertentu yang dapat dikodifikasikan dan sudah pernah terbentuk misalnya bidang hokum perdata, huku, dagang, hokum pidana, hokum acara perdata dan acara pidana.
Kodifikasi berasak dari kata “copr” bahasa Prancis, artinya kitab undang-undang. Kodifikasi artinya penghimpunan ketentuan-ketentuan bidang hokum tertentudalam satu kitab undang-undang yang tersusun secara sistematis, lengkap dan tuntas.
5.2  Sistematika kodifikasi
Sistematika kodifikasi adalah susunan yang teratur dari suatu kodifikasi. Sistematika itu meliputi bentuk dan isi kodifikasi. Sistematika bentuk Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) meliputi urutan bentuk bagian terbesar sampai pada bentuk bagian terkecil yaitu :
1.      Kitab undang-undang tersusun atas buku-buku
2.      Tiap buku tersusun atas bab-bab
3.      Tiap bab tersususn atas bagian-bagian
4.      Tiap bagian tersusun atas pasal-pasal
5.      Tiap pasal tersusun atas ayat-ayat
Sistematika isi Kitab Undanga-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) meliputi kelompok  materi berdasarkan system fungsional. System fungsional ini ada dua macam, yaitu menurut pembentuk undang-undang (pembentuk B.W.) dan menurut ilmu pengetahuan hokum.
Perbedaan sistematika antara sistematika B.W.(KUHPdt) dan sitematika ilmu pengetahuan hokum adalah sebagai berikut :
1.      Buku I B.W.(KUHPdt) memuat ketentuan mengenai manusia pribadi dann keluarga (perkawinan). Sedangkan ilmu pengetahuan hokum hanya memuat ketenmtuan mengenai manusia pribadi dan badan hokum, keduanya sebagai pendukung hak dan kewajiban.
2.      Buku II B.W.(KUHPdt) memuat ketentuan mengenai benda dan waris. Sedangkan ilmu pengetahuan hokum hanya memuat ketentuan mengenai keluarga (perkawinan dan segala akibatnya)
3.      Buku III B.W.(KUHPdt) memuat ketentuan mengenai perikatan. Sedangkan ilmu pengetahuan hokum memuat ketentuan mengenai harta kekayaan yang meliputi benda dan perikanan
4.      Buku IV B.W.(KUHPdt) memuat ketentuan mengenai bukti dan kadaluarsa. Sedangkan ilmu pengetahuan hokum memuat ketentuan mengenai bukti dan kadaluarsa termasuk materi hokum perdata formal (hokum acara perdata).

6.      Berlakunya Hukum Perdata
Berlakunya hokum perdata artinya diterimanya hokum perdata untuk dilaksankan. Adapun dasar berlakunya hokum perdata adalah ketemtuan undang-undang, perjanjian yang disebut pihak-pihak dan keputusan Hakim.
6.1  Ketentuan Undang-Undang
Berlakunya hokum perdata karena ketentuan undang-undang. Artinya undang-undang yang menetapkan diterimanya kewajiban hokum untuk dilaksankan. Berlakunya hokum perdata bersifatb memaksa artinya kewajiban harus dilaksankan, baik dengan berbuat maupun tidak berbuat, apabila tidak dilaksankan akan dikenakan sanksi. Dan ada pula yang bersifat sukarela yang artinya terserah pada kehendak pihak yang bersangkutan apakah bersedia melaksankan kewajiban atau tidak, sebab kewajiban itu berkaitan dengan kepentingan sendiri.
6.2  Perjanjian antara pihak-pihak
Hokum perdata juga berlaku karena ditentukan oleh perjanjian, maksudnya adalah perjanjian ynag dibuat oleh pihak-pihak itu menetapkaj diterimanya kewajiban hokum untuk dilaksankan oleh pihak-pihak.
Ada dua macam perjanjian, yaitu :
1.      Perjanjian harta kekayaan, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban dan hak yang tertombal balik mengenai harta kekayaan.ada dua jenisnya:
a.       Perjanjian yang bersifat obligator, artinya baru dalam taraf melahirkan keajaiban dan hak
b.      Perjanjian yang bersifat zakelijk (kebendaan), artinya dalam taraf memindahkan hak, sebagai realisasi perjanjian obligator.
2.      Perrjanjian kawin, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban dan hak suami istri secara tertimbal balik dalam hubungan perkawinan. Perjanjianj ini terletak dalam bidang moral dan kesusilaan (moral en fatsoen), tidak dapat dinilai dengan uang
6.3  Keputusan Hakim
Hukum perdata juga berlaku karena ditetapkan oleh Hakim melalui putusannya. Putusan Hakim selalu bersifat memaksa (dwingend), artinya jika ada pihak yang tidak mematuhinya, Hakim dapat memerintahkan pihak yang bersangkutan supaya mematuhinya dengan kesadaran sedniri. Jiki masih tidak dipatuhi, Hakim dapat melaksankan putusannya dengan kekerasan (paksa), bila perlu dengan bantuan alat Negara, misalnya polisi.
6.4  Akibat Berlakunya Hukum Perdata
Sebagai akibat berlakunya hokum perdata ialah adanya pelasanaan, pemenuhan, realisasi kewajiban hokum perdata. Ada tiga kemungkinan hasilnya, yaitu:
1.      Tercapainya tujuan, apabila kedua pihak memenuhi kewajiban dan hak tertimbal balik secara penuh
2.      Tidak mencapai tujuan, apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban
3.      Terjadi kejadian yang bukan tujuan, yaitu kerugian akibat perbuatan melanggar hokum (onrechtmatige daad).



SUMBER:

Muhammad Abdulkadir,S.H., “Hukum Perdata Indonesia”, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993.